ETIKA IMMANUEL KANT

DEONTOLOGY KANTpatung kant

  1. A.  GAMBARAN/ KONSEP

Immauel Kant (1724-1804) adalah seorang filosof Jerman yang berhasil menyatukan pandangan Rasionalisme dan Empirisme lewat pemikirannya yang terkenal dengan sintesis a priori. menurutnya pengetahuan tidak murni berasal dari akal, sebagaimana yang diungkapkan kaum rasionalis, namun pengetahuan juga tidak selalu berdasarkan pengalaman inderawi. Filsafatnya juga dikenal dengan kritisisme yang dilawankan dengan filsafat sebelumnya, yakni dogmatisme. Tindakan kritis beliau yang sangat luar biasa sangat memberikan sumbangan besar bagi dunia pengetahuan.

Untuk memahami konsep pemikiran Immanuel Kant dalam etika, alangkah baiknya jika kita juga sudah mengetahui metode yang di pakai Kant, yakni murni a priori. a priori berarti sebelum pengalaman. Dalam artian ia  masih murni belum terkontaminasi oleh pengalaman atau pemikiran orang lain baik berupa nilai budaya atau adat istiadat suatu masyarakat. Jadi metode Kant adalah murni  deduktif, tanpa memiliki perhatian terhadap pengalaman empiris. sehingga dalam persoalan etika ini memnurutnya prinsip-prinsip moralitas tidak tergantung pada pengalaman sama sekali. Melainkan benar-benar berasal dari kehendak dalam diri, dalam hal ini disebut “ authonomi kehendak”. Jadi kehendak dari dalam diri itulah yang nantinya memberikan hukum, bukan karena faktor dari luar. Dan ia adalah satu-satunya sumber moralitas.[1]

Kant juga membagi akal menjadi dua, yakni akal teoritis (rasio murni)dan akal praktis (rasio praktis). Akal teoritis membahas persoalan ada dan tiada, pengertian, dan berbagai persoalan tentang epistemologisnya. Sedangkan akal praktis membahas persoalan suatu tindakan, keharusan untuk melakukan sesuatu atau ketidakharusan melakukan sesuatu dan berbagai persolan tentang etikanya. Bukan berarti keduanya seakan-akan berdiri sendiri dan tidak mempengaruhi, justru  pemikiran Immanuel Kant dalam akal teoritis inilah yang nantinya akan sangat mempengaruhi pandangannya dalam etika, misalnya saja dalam teori sintesis a priorinya.

Etika yang digagas Immanuel Kant berbeda sekali dengan yang digagas oleh filosof sebelumnya. Etika Kant secara hakiki merupakan etika kewajiban yang tidak menuntut adanya kebahagiaan atau faktor-faktor emosi lainnya dari luar. Kewajiban yang murni berasal dari kehendak kita untuk melakukannya tanpa adanya pemaksaan. Selain itu, etika Kant tidak mengharuskan adanya konsekuensi sebagaimana dalam utilitarianisme, justru Kant lebih mengutamakan adanya konsistensi. Sebagaimana yang  ia katakan “ consistency is the highest obligation of a philosopher and yet the most rarely found”. Kant juga percaya bahwa moral tidak dapat di sandarkan kepada kebhagiaan. Kita tidak akan pernah tahu apa konsekuensi yang terjadi jika kita mengandalkan tindakan kita semata-mata hanya untuk kebahagiaan.[2]

 

  1. B.  PRINSIP DAN LANDASAN

Dalam etika Immanuel ada beberapa hal perlu diperhatikan, diantaranya adalah :

  • Prinsip good will
  • Konsep kewajiban (duty)
  • Imperative hipotesis dan kategoris
  • Prinsip subjektif/ maxim

Good Will (kehendak baik) & kewajiban (duty)

Moralitas menurut Kant tidak menyangkut hal yang baik dan buruk, melainkan baik pada dirinya sendiri, tanpa pembatasan sama sekali. Kebaikan moral itu baik dari semua sisi, tanpa ada pembatasan sama sekali. Secara mutlak kebaikkan itu tetaplah baik, meskipun berkonsekuensi merugikan orang lain. Yang baik tanpa adanya batasan sama sekali menurutnya hanyalah satu, yakni kehendak baik (good will). Kehendak itu selalu baik dan dalam kebaikkannya tidak tergantung pada sesuatu di luar.

Kehendak baik yang dimaksud Kant adalah kehendak yang mau melakukan kewajiban (duty). Manusia bukanlah roh murni, ia juga mahluk alami yang memiliki dorongan dan terikan hawa nafsu, emosi, kecendrungan dan dorongan-dorongan batin. karena itu manusia  tidak hanya tertarik untuk melakukan perbuatan baik, namun ia juga tertarik melakukan perbuatan jahat. Itulah sebabnya akal budi praktis menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Seseorang dikatakan berkehandak baik apabila ia berkehendak untuk melakukan kewajiban.

Ada tiga kemungkinan orang melakukan kewajiban, yakni karena menguntungkan, dorongan dari hati/ belas kasihan dan karena kewajiban. Menurut Kant hanya kehendak yang terakhir inilah yang betul-betul bermoral. Melakukan perbuatan karena menguntungkan ataupun karena belas kasihan itu disebut dengan legalitas. Secara lahiriah dua keadaan tersebut memang ada kesesuaian antara kehendak dan kewajiban, tapi secara batin segi kewajiban tidak memiliki peranan. Melakukan kewajiban karena mau memenuhi kewajiban itulah yang disebut kehendak baik (good will) tanpa pembatasan. Itu yang dimaksud dengan moralitas menurut Kant. [3] selain itu tindakan moral juga harus bersifat sintetik a priori. jujur itu benar ; jujur itu a priori, diketahui oleh semua orang  dalam akal murni /pure reason , sedangkan benar itu sintesis, karena konsep benar tidak terkandung di dalam konsep jujur. Oleh karena itu ia termasuk sintesis a priori.

Dalam contoh kasus, misalnya saja ketika sedang berlangsung ujian di kelas, ada temanmu yang pintar dan ia ingin membantumu menyelesaikan soal-soal pertanyaan dengan memberikan kertas jawaban. Jika kamu menolak atau mengabaikannya, berarti kamu melakukan tindakan yang benar/ right. Meskipun mungkin saja kamu menolak menerima jawaban itu karena takut ketahuan guru. Mencontek adalah perbutan buruk yang selamanya buruk, walaupun disatu sisi ia menguntungkan karena bisa membuat nilaimu tinggi. Kehendak baik lah yang  akan mendorong kita untuk mengerjakan soal ujian sendiri, tanpa bantuan contekan dari orang lain.

Di awal dijelaskan bahwa  Immanuel Kant bukanlah seorang consequentalist , dalam artian ia tidak melihat konsekuensi dari suatu tindakan, ia adalah seorang yang konsisten bukan konsekuen. Untuk mengukur moralitas seseorang , kita tidak boleh melihat pada hasil perbuatannya, karena belum tentu hasil yang baik menunjukkan bahwa perbuatan itu baik, sebagaimana yang terjadi pada kasus mencontek diatas, meskipun nantinya ia mendapat nilai yang baik padahal di dapatkan dari perbuatan yang tidak baik, yakni mencontek. Oleh karena itu menurut Kant, yang membuat perbuatan manusia menjadi baik dalam artian moral bukanlah hasilnya, melainkan karena kehendak baik yang menuntun untuk melakukan kewajiban.

 

 

Imperatif Hipotesis dan Kategoris

Imperatif adalah suatu bentuk perintah. Kant memakai istilah imperatif dalam artian bukan sembarang perintah, melainkan mengungkapkan sebuah keharusan (sollen) . perintah dalalm arti ini adalah rasional, bukan karena paksaaan. Perintah yang dimaksud adalah perintah yang berdasarkan suatu keharusan objektif, bukan paksaan melainkan pertimbangan yang meyakinkan dan membuat kita taat.

Ada tigamacam perintah menurut Kant :

  1. Keharusan keterampilan yang bersifat teknis, misalnya jika ingin menggunakan kendaraan, entah mobil atau motor, diharuskan mengisi bensin terlebih dahulu
  2. Keharusan kebijaksanaan pragmatis, misalnya jika ingin mengurangi polusi udara, gunakanlah alat transportasi yang bebas polusi, seperti sepeda.
  3. Keharusan kategoris.misalnya selalu berkata jujur, meskipun dalam keadaan terdesak.

 

Keharusan 1 dan 2 adalah keharusan yang tidak mutlak, dalam artikan jika anda ingin menghendaki x maka saya harus melakukan y. Jadi kedua keharusan itu dilakukan hanya mempertimbangkan resikonya saja, bukan karena murni kewajiban itu sendiri. Inilah yang disebut kant dengan “imperatif hipotesis”. Sedangkan keharusan yang ketiga adalah keharusan yang mutlak, tanpa syarat. Imperatif ini mengharuskan kita untuk melakukan apa yang wajib tanpa syarat dan bersifat niscaya yang disebut juga “imperatif ketegoris”.

Salah satu bentuk imperatif kategoris yang paling sederhana adalah “ betindaklah secara moral !” itulah perintah atau kewajiban mutlak satu-satunya. Disitu terlihat bahwa moralitas tidak tergantung pada berbagai konsekuensi perbuatan, melainkan berlaku dimana saja, kapan saja, dalam situasi apa saja, tanpa terkecuali sama sekali. Adapun rumusan imperatif kategoris Kant yang paling terkenal adalah “ bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maxim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum (universal)”[4]

Maxim (prinsip subjektif)

Maxim adalah prinsip subjektif dalam bertindak, sikap dasar hati orang dalam mengambil sikap-sikap  dan tindakan konkret. Maxim bukanlah segala macam peraturan atau pertimbangan, ia adalah sikap-sikap  dasar yang memberikan arah bersama kepada sejumlah maksud dan tindakan konkret. Dimanapun kita berada itu tidak terlepas dari suatu tindakan. Jenis tindakan apa yang kita pilih disesuaikan dengan keadaan. Kita melakukan tindakan karena alasan. Ada yang ingin memutuskan suatu perkara karena memang ingin membela kepentingan pribadinya, adapula yang tetap memikirkan kepentingan orang lain, jadi maksim itu dapat baik dan juga tidak baik.

Oleh karena itu untuk mengetahui prinsip-prinsip mana yang bermoral dan mana yang tidak, kembali lagi ke dalam imperatif kategoris. Rumusan itu mengatakan bahwa kita bertindak sesuai dengan kewajiban  yang sesuai dengan kehendak kita, namun hal itu tidak hanya berlaku bagi kita melainkan berlaku bagi semua orang , semua mahluk rasional yang ada di dunia. imperatif ini disebut juga prinsip penguniversalisalian. Ia adalah suatu prinsip yang mana suatu tindakan dapat dinyatakan benar jika ia memang dapat diberlakukan kepada semua orang.

Kant merumuskan tiga macam imperatif kategoris:

  1. Hukum universal

Mengingat kedaan realitas menurut hukum umum dalam pengertian formal Kant adalah sama dengan alam, maka imperatif kategoris juga berbunyi “ bertindaklah demikian seakan-akan maksim tindakanmu dapat, melalui kehendakmu, menjdi hukum alam umum”

  1.  Manusia merupakan tujuan dirinya sendiri

Imperatif kategorisnya berubah bentuk menjadi “ bertindaklah sedemikian rupa, sehingga engkau memakai umat manusia, baik dalam pribadimu, maupun dalam pribadi setiap orang lain, selalu juga sebagai tujuan, tidak pernah hanya sebagai sarana.”

Dalam hal ini dalam kehidupan sehari-hari kita juga pastinya berinteraksi dengan orang lain  (hablumminannaas) yang mana kita harus perlakukan manusia dengan baik.

  1. Berbuat seperti dalam kerajaan Tuhan

Imperatif kategorisnya berbunyi “ semua maksim dari perundangan sendiri harus dapat dicocokkan menjadi satu kerajaan tujuan yang mungkin, satu kerajaan alam.”

Dari berbagai prinsip dan landasan etika kant yang disebutkan di atas, Menurut saya, inilah peta pemikiran etika Kant :

 

 

 

  1. C.  KRITIK TERHADAP ETIKA KANT

Kritik dalam teori etika kant, saya rumuskan kedalam kelebihan dan kekurangan.  Jika dikatakan kelebihan, berati dalam hal ini saya setuju dengan beberapa prinsip yang terdapat di dalam etika Kant, dan dikatakan kelemahan jika menurut saya di dalamnya ada argumen kant yang kurang saya setujui.

kelebihan

  • Saya setuju dengan prinsip  imepratif kategoris Kant yang mengatakan : “ bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maxim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum (universal)”. hal itu sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam agama. Bertindaklah sebagaimana kau juga ingin diperlakukan seperti itu. Janganlah kamu berbohong kepada orang lain jika kamu sendiri tidak ingin dibohongi orang lain. Sungguh prinsip ini sangat bernilai etik dan logis. Jika saja manusia menyadari akan prinsip ini mungkin tindakan kriminallitas dapat di minimalisasi atau bahkan tidak ada. Karena pada prinsipnya tidak ada orang yang mau dirugikan. Jika saja para pencuri menyadari akan hal ini, mungkin saja ia tidak akan melakukan tindak pencurian, karena dia sendiri juga tidak ingin barang-barangnya di curi oleh orang lain.
  • Saya juga setuju dengan prinsip good will yang dilandasi kewajiban yang mengatakan bertindaklah sesuai dengan kewajiban (duty). Prinsip ini sangat bernilai tinggi jika saja dapat diterapkan dalam beribadah. Semua orang dapat menjalani ibadah karena ibadah itu memang baik pada dirinya. Ia tidak lagi sholat karena semata-mata kewajiban yang di haruskan agama, tapi ia sholat karena ada otonomi kehendak dari dirinya sendiri  yang menganggap sholat itu baik hingga ia tergerak untuk melaksanakannya, tanpa keterpaksaan. Semua perbuatan baik dilakukan tanpa beban, tanpa mengharapkan konsekuensi pahala yang melimpah. Menurut saya inilah kelebihan dari etika Kant, sehingga bisa membuat semua orang melakukan tindakan dengan ikhlas.

Kekurangan

  • Dalam hal ini saya kurang setuju dengan penolakan Kant terhadap konsekuensi perbuatan. menurut saya, perlu juga kita memperhatikan konsekuensi dari perbuatan. Jujur memang baik, tapi ia juga harus disesuaikan pada tempatnya. Dalam agama islam, nyawa seseorang harus lebih di utamakan, bahkan kita dibolehkan memakan daging babi yang asalnya haram jika dalam kondisi terdesak, tak ada makanan lain selain daging babi, jika saya tidak makan daging ini maka saya akan mati. Begitu pula dalam hal ini kita boleh saya tidak berkata  jujur dalam keadaan terdesak. Misalnya saja kita berkata bohong demi keselamatan nyawa orangtua kita, menurut saya itu dibolehkan, sekali lagi karena saya merujuk kepada keselamatan nyawa seseorang yang memiliki nilai tertinggi daripda tindak berbohong itu sendiri. Jadi inilah kelemahan dari etika kant, kebenaran tidak selamanya absolut, tapi ia bisa saja relativ jika dihadapkan pada keadaan yang terdesak.

 

 

 


[1] Beny Susilo, dalam power point etika kant

[2] Robert L. Holmes. 1998. “Basic Moral Philosphy: second edition”. Wadswort publishing company, USA. hal 112-113

[3] Franz Magnis –Suseno. 1997. “13 Tokoh Etika : sejak zaman Yunani sampai abad ke-19”. Yogyakarta. Hal 143-144

[4] Ibid. Hal 147

3 thoughts on “ETIKA IMMANUEL KANT

  1. Pingback: Gerakan Mahasiswa: Sebuah Banalitas Kebaikan? | Medical Torch

Leave a comment